Sabtu, 09 Januari 2016

Kegiatan PKL (Praktek Kerja Lapangan) di Keraton Ngayogyakarta



W/ Kanjeng Yudhodiningrat at Keraton Ngayogyakarta
PKL(Praktek Kerja Lapangan) Universitas Bondowoso 2015
 Hi..
In these kinda moment I can write and shared, I’ll tell you out there..  about  our <Praktek Kerja Lapangan> goes to Jogja.
Btw, just reminder  you guys.. my first name was taken  from English dictionary, and I love it.. <kalo yg suka liat gaya bahasa di twitter/I.G style British pasti tau..>, so i'm trying to speak and writing here  JUST like “WINE style” ok.. <MiX>
When we decided to doing PKL <Praktek Kerja Lapangan> sehubungan dengan keistimewaan undang-undang yang dimiliki Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kami awali dengan maksud dan tujuan PKL itu sendiri, yang mana merupakan salah satu peraturan yang ada dalam buku pedoman akademik dari almamamater kami Universitas Bondowoso sebagai syarat wajib  guna kelengkapan administrasi dan akademik mahasiswa nantinya guna mengikuti rangkaian kegiatan lainnya yaitu KKN <Kuliah Kerja Nyata> kampus. Maka dimulailah schedule PKL disusun dan diumumkan. Pada akhirnya PKL akan dilaksanakan pada 30 Oktober 2015, selama 3 hari. Sesuai dengan kesepakatan, kami akan berangkat sore hari dari kampus, dari universitas pada tahun ini memberangkatkan dua fakultas, yaitu FKIP <Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan> dan kami yaitu FH <Fakultas Hukum>, yang tentu saja masing-masing rombongan didampingi para dosen dan pengawas dari pihak kampus.  Kami pun segera berkumpul, setelah berdoa dan absen kami dilepas oleh wakil dari Rektor, kami pun bersiap menuju bis kami masing-masing untuk  memulai perjalanan kami.
Keesokan pagi harinya kami tiba di Jogja, dan langsung masuk hotel guna mempersiapkan diri kami masing-masing untuk segera memulai rangkaian kegiatan kami seperti yang sudah di jadwalkan. Sesuai dengan esensi dari tujuan perjalanan dan kegiatan kami, kegiatan kami awali dengan langsung  berkunjung ke tempat yang di percaya sebagai kediaman Raja, in common term it’s called “Keraton Ngayogyakarta”.
Dengan di support pihak tour guide yang banyak memberikan keterangan sekilas mengenai keberadaan DIY <Daerah Istimewa Yogyakarta> kini, di keraton kami diterima dengan penuh nuansa keramahan di sebuah teras yang luas oleh pihak dari keraton yang bernama Kanjeng Yudodiningrat.
Secara pribadi, diluar materi yang beliau sampaikan tentang Undang-undang, Hukum, Kebijakan, Peratutan-peraturan yang berlaku di DIY <Daerah Istimewa Yogyakarta> ini, yang tentu saja sangat berbeda dengan daerah lain di Indonesia, I really-really adore Him.. dengan petuah dan pesan hidupnya yang tentunya berasal  dari filosofi keraton itu sendiri yang ternyata juga ada unsur Islaminya which is I don’t expected that .. <#bloodyamazed>.
He spoke so humble, dan selalu menekankan tentang Be Honest, Be Kind, Not Arrogant,  Respect others, Stay Grounded <membumi/sederhana>, and always remember sang pencipta. Disini sangat berkesan bagi saya, karena saya sendiri was raised w/ Madura, bit Chinese line, and half Banyuwangi, plus Timor culture back in the days, so I can pick the good thing between that, i'm happy not pure from among of them.
Terlepas dari sela-sela acara  tatap muka kami, kami diajak berkeliling keraton, dan diakhiri dengan berfoto sessions. Puas di keraton, kami pun mengalihkan destinasi kami  ke Candi Borobudur, karena kalau ke Jogja tidak  sempat ke Borobudur itu tidak afdol, seperti ke pantai Losari  itu wajib kalau sedang berkunjung ke Makassar, seperti juga kalau belum ketemu nasi itu kita tidak kenyang. <what a Indo human.. *Ha>
Ketika sore menjelang, kami segera bersiap untuk kembali ke hotel, sehingga masing-masing kami bisa  beristirahat penuh mengingat padatnya kegiatan yang telah kami lakukan seharian.
When the morning drops, we were ready to the next destinations with our fabulous yellow t-shirts and awesome pin named same as our university I.D < biar kita ga ilang gettooh >, dengan tujuan kompak dalam tour. Diawali dengan singgah di pusat oleh-oleh khas Jogja, yang setia menawarkan bakpia yang banyak inovasi variannya hari ini. Selanjutnya tour kami lanjutkan ke kawasan Malioboro, disini kami bisa bebas berjalan-jalan. Setelah berhasil tawar sana sini <temen guweh seeeh yg belanja.. Ha*,. Guweh ga..>, kami memutuskan untuk rehat berhubung hari panas ke Benteng Vredeburg, disini kami bisa ngadem, dan tempatnya nyaman <bc. I don’t like crowded>. Di sini kami bisa melihat museumnya, bersepeda, and ofcourse doing thing.. <wefie, selfie, candid photo sessions>. Setelah itu kami mampir sebentar di museum Dirgantara. In the mid day, rombongan kami menuju candi Prambanan, we were happy there. Tidak terasa hari beranjak sore, kami pun harus segera melanjutkan perjalanan kembali untuk pulang. Thank you Jogja.. XX Xo

P.S ;
Please,  appologize, perhaps any kinda things of my stories that you out there couldn’t accept it.
Salam damai
Me.. Wine

At Keraton, Sesi Penjabaran Materi tentang UU. DIY

At Museum Vredeburg


At Borobudur Temple


At Museum DIrgantara



Kamis, 07 Januari 2016

Fenomena Rentenir di Masyarakat.

Fenomena Rentenir di Masyarakat.
Mata Kuliah : Hukum Perbankan


Our first short view :

Permasalahan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat memang tidak ada habisnya. Hal ini disebabkan terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan yang tentunya sangat merugikan dan meresahkan masyarakat. Kesulitan ekonomi ini tak jarang membuat masyarakat sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Keadaan ini akan membuat masyarakat yang notabene hanya pengusaha kecil akan menjadi sulit dalam membangun usaha mereka yang disebabkan modal mereka hanya sedikit dan tidak mudah untuk menemukan tempat untuk meminjam modal. Dan pada saat seperti inilah peran bank di masyarakat akan sangat dibutuhkan.
Bank merupakan salah satu institusi yang sangat berperan dalam bidang perekonomian suatu negara (khususnya dibidang pembiayaan perekonomian). Hal ini, didasarkan atas fungsi utama bank yang merupakan lembaga intermediasi antara pihak yang kelebihan dana (surplus of fund) dengan pihak yang memerlukan dana (lack of fund). Dengan adanya Bank di masyarakat, maka diharapkan akan membantu masyarakat dalam meningkatkan usaha
Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat kecil mulai meninggalkan bank, hal ini disebabkan dalam proses peminjaman dalam bank sangat sulit dan lama, padahal masyarakat tidak bisa menunggu lama yang disebabkan persaingan usaha semakin lama semakin ketat.
Rentenir adalah suatu jenis pekerjaan yang sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan bank dan lembaga keuangan non bank yang bergerak dibidang jasa pelayanan simpan pinjam uang. Sebagai contoh lembaga tersebut seperti Penggadaian, Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Umum. Perbedaannya terletak di statusnya dimana rentenir adalah wiraswasta yang tidak berbadan hukum, yang mengolah usahanya sendiri, dengan kebijakan dan peraturan sendiri. Sementara Penggadaian, KSP, BPR dan Bank Umum adalah suatu institusi berbadan hukum dengan peraturan dan kebijakannya disesuaikan pada ketentuan-ketentuan dan ketetapan-ketetapan pemerintah atau lembaga ekonomi lainnya.
Keunggulan rentenir dapat dilihat dari proses peminjamannya. Pinjaman yang dikeluarkan oleh rentenir lebih mudah, cepat dan tidak perlu agunan (didasarkan rasa saling percaya). Peminjam yang baru biasanya diperlakukan dengan sangat baik, selanjutnya disesuaikan dengan prilaku dari masing-masing peminjam. Jumlah besar dan kecilnya pinjaman tidak dibatasi, tergantung kepada kemampuan pemberi pinjaman demikian juga kebutuhan peminjam. Peminjam tidak perlu repot mendatangi pemberi pinjaman untuk membayar cicilan pinjaman atau sekedar bunga pinjaman, karena biasanya pemberi pinjamanlah yang mendatangi para peminjam uang bahkan ke kios atau ke rumah mereka.

Adapun rentenir memiliki kekurangan dimana hal ini yang dapat membuat peminjam mengeluh, bahkan kabur dari tanggung jawabnya. Bunganya terlalu besar, biasanya rentenir menetapkan bunga dengan interval 10% sampai dengan 30 %. Sementara kalau dibandingkan pinjaman dari Penggadaian, Koperasi Simpan Pinjam, BPR dan Bank Umun, yang mana kisaran bunganya tidak lebih dari 10% sampai dengan 15% (berptokan pada suku bunga acuan Bank Indonesia) atau bahkan hanya 3% sampai dengan 4 % dalam menetapkan bunga. penagihan pinjaman dilakukan dengan tindakan sewenang-wenang kepada nasabah yang mulai telat dalam membayar cicilan. Karena tidak ada jaminan atau agunannya, banyak nasabah yang akhirnya melarikan diri, karena tidak sanggub membayar. Biasanya rentenir memiliki tukang pukul untuk mengejar nasabah yang melarikan diri dari tanggung jawabnya.
Rentenir disamping memudahkan masyarakat, juga sangat menyengsarakan masyarakat dalam segi pembayaran pinjaman dan cara penagihan hutang. Hal ini tentunya mengundang tindakan dari  pemerintah untuk mengatasi perkembangan rentenir (bank illegal) di masyarakat
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas upaya-upaya pemerintah untuk mengatasi rentenir (bank illegal) di masyarakat.
  Dalam praktiknya, bank-bank illegal (rentenir) selalu merugikan masyarakat maupun Negara, merugikan masyarakat dalam artian membuat masyarakat semakin ketergantungan kepada rentenir dan tidak akan bisa lepas kemudian akan semakin jatuh miskin bila tidak dapat membayar bunga yang relative tinggi. Sebagai contoh hal yang masih sangat segar di ingatan kita adalah telah terjadinya suatu kasus penganiayaan pada seorang ibu rumah tangga oleh tukang pukul oknum rentenir di Bekasi yang berujung kematian. Sungguh sangat miris apabila kejadian tersebut akan terulang kembali, sehingga sangat dibutuhkan ketegasan pemerintah dalam ini.
Bagi Negara, ini merupakan salah satu penggerogotan perekonomian secara perlahan-lahan, terutama pada masyarakat kalangan bawah. Oleh karena itu, sebagai pemerintah yang mengayomi masyarakatnya wajib mengatasi hal ini, antara lain dengan cara :

1.       Disusun PERDA ( peraturan daerah )

Berbicara tentang praktek rentenir dari sisi hukum positif, paling tidak ada 2 undang-undang yang secara secara prinsip sebenarnya telah dilanggar walaupun implisit.
Pertama, berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan [UU Perbankan], bahwa perbankan memiliki pengertian sebagai segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank, berdasarkan definisi Pasal 1 ayat (2) UU Perbankan, adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak..
Artinya selain bank dan lembaga keuangan non bank (seperti koperasi, asuransi, perusahaan sekuritas, dan lembaga pembiayaan yang diperbolehkan oleh peraturan perundangan), dilarang melakukan pengumpulan dana dan miminjamkan dana kepada masyarakat dengan tujuan memperoleh keuntungan.

Kedua, berdasarkan UU No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (UU Bank Indonesia) diterangkan bahwa salah satu tugas Bank Indonesia (BI) adalah mengatur dan mengawasi Bank dalam ruang lingkup Indonesia.

Implikasinya, semua kegiatan masyarakat yang menghimpun dan/atau meminjamkan dana kepada masyarakat dengan tujuan komersial harus mendapatkan ijin dari BI. Jika tidak berijin, berarti bank liar yang sifatnya illegal atau melawan hukum.

Pentingnya PERDA

a.  Perlunya disusun Peraturan Daerah (PERDA) untuk melarang praktek rentenir adalah alasan filosofis dan berdasarkan urgensinya melihat maraknya praktek rentenir yang sangat merugikan masyarakat ini. Tugas penyelenggara Negara, termasuk pemerintahan di daerah (cq. Pimpinan Daerah dan Wakil-Wakil Rakyat di DPRD) adalah mengayomi kepentingan masyarakat banyak. Bukankah salah satu amanah pembukaan UUD 45, “…untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia…,” dst.
b.      Dalam tinjauan kacamata sosiologis, praktek rentenir merupakan pola hubungan ekonomi antar warga masyarakat yang mengandung parasitisme (bahkan kejahatan) di mana ada individu yang diuntungkan dengan sekian banyak warga yang menderita terkena dampak dan karena itu bisa dikategorikan “penyakit masyarakat” yang tidak berbeda dengan praktek prostitusi, perjudian, perdagangan dan penyalagunaan narkoba, dan sejenisnya. Semuanya merupakan tindakan ilegal yang artinya melawan hukum. Dan praktek rentenir mempunyai dampak yang sangat merusak karena yang terkena umumnya kaum ibu-ibu yang menjadi pengelola keuangan ekonomi keluarga.
1. Fungsi PERDA berdasarkan ketentuan perundang-undangan merupakan instrument kebijakan untuk melaksanakan fungsi pemerintahan di daerah dan sekaligus bisa juga bisa merupakan peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dengan kata lain, untuk alasan kepraktisan, adanya PERDA Anti Rentenir diharapkan akan memudahkan aparat pemerintah di daerah dan penegak hukum di daerah menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai pelayan masyarakat. Dua UU yang disebut di atas, yakni UU Perbankan dan UU BI, memang menjadi sumber hukum positif tidak dibenarkannya praktek rentenir/lintah darat atau pun bank liar, tapi ketentuan ini hampir bisa dipastikan hanya dimengerti oleh mereka yang paham bahasa hukum. Di tingkat pelaksana di lapangan, perlu rujukan aturan hukum yang lebih jelas dan tegas.

2.      Melakukan edukasi kepada masyarakat berupa penyuluhan bahwa rentenir itu illegal.
Banyak masyarakat yang masih kurang paham dan tentunya tidak sadar bahwa bunga yang ditawarkan oleh bak illegal cukup untuk mencekik leher. Hal ini terbukti dari minat masyarakat untuk terus menerus memperpanjang dan memperbesar utangnya kepada rentenir, entah karena sudah terlanjur basah atau karena memang karena keadaan yang benar-benar menghimpit. Padahal bunga yang ditawarkan oleh bank legal adalah tidak sampai melangit seperti pada bank illegal. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman masyarakat terhadap aksi-aksi rentenir yang terus bergentayangan di masyarakat. Pemerintah wajib melakukan edukasi kepada masyarakat bahwa rentenir itu illegal, lintah darat, dan sangat merugikan masyarakat.