Mata Kuliah : Hukum Perbankan
Our first short view :
Permasalahan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat memang
tidak ada habisnya. Hal ini disebabkan terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan
yang tentunya sangat merugikan dan meresahkan masyarakat. Kesulitan ekonomi ini
tak jarang membuat masyarakat sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Keadaan ini akan membuat masyarakat yang notabene hanya pengusaha kecil akan
menjadi sulit dalam membangun usaha mereka yang disebabkan modal mereka hanya
sedikit dan tidak mudah untuk menemukan tempat untuk meminjam modal. Dan pada
saat seperti inilah peran bank di masyarakat akan sangat dibutuhkan.
Bank merupakan salah satu institusi yang sangat berperan
dalam bidang perekonomian suatu negara (khususnya dibidang pembiayaan
perekonomian). Hal ini, didasarkan atas fungsi utama bank yang merupakan
lembaga intermediasi antara pihak yang kelebihan dana (surplus of fund) dengan
pihak yang memerlukan dana (lack of fund). Dengan adanya Bank di masyarakat,
maka diharapkan akan membantu masyarakat dalam meningkatkan usaha
Seiring dengan berjalannya waktu, masyarakat kecil mulai
meninggalkan bank, hal ini disebabkan dalam proses peminjaman dalam bank sangat
sulit dan lama, padahal masyarakat tidak bisa menunggu lama yang disebabkan
persaingan usaha semakin lama semakin ketat.
Rentenir adalah suatu jenis pekerjaan yang sesungguhnya
tidak jauh berbeda dengan bank dan lembaga keuangan non bank yang bergerak
dibidang jasa pelayanan simpan pinjam uang. Sebagai contoh lembaga tersebut
seperti Penggadaian, Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Bank Perkreditan Rakyat
(BPR) dan Bank Umum. Perbedaannya terletak di statusnya dimana rentenir adalah
wiraswasta yang tidak berbadan hukum, yang mengolah usahanya sendiri, dengan
kebijakan dan peraturan sendiri. Sementara Penggadaian, KSP, BPR dan Bank Umum
adalah suatu institusi berbadan hukum dengan peraturan dan kebijakannya
disesuaikan pada ketentuan-ketentuan dan ketetapan-ketetapan pemerintah atau
lembaga ekonomi lainnya.
Keunggulan rentenir dapat dilihat dari proses peminjamannya.
Pinjaman yang dikeluarkan oleh rentenir lebih mudah, cepat dan tidak perlu
agunan (didasarkan rasa saling percaya). Peminjam yang baru biasanya
diperlakukan dengan sangat baik, selanjutnya disesuaikan dengan prilaku dari
masing-masing peminjam. Jumlah besar dan kecilnya pinjaman tidak dibatasi,
tergantung kepada kemampuan pemberi pinjaman demikian juga kebutuhan peminjam.
Peminjam tidak perlu repot mendatangi pemberi pinjaman untuk membayar cicilan
pinjaman atau sekedar bunga pinjaman, karena biasanya pemberi pinjamanlah yang
mendatangi para peminjam uang bahkan ke kios atau ke rumah mereka.
Adapun rentenir memiliki kekurangan dimana hal ini yang
dapat membuat peminjam mengeluh, bahkan kabur dari tanggung jawabnya. Bunganya
terlalu besar, biasanya rentenir menetapkan bunga dengan interval 10% sampai
dengan 30 %. Sementara kalau dibandingkan pinjaman dari Penggadaian, Koperasi
Simpan Pinjam, BPR dan Bank Umun, yang mana kisaran bunganya tidak lebih dari
10% sampai dengan 15% (berptokan pada suku bunga acuan Bank Indonesia) atau
bahkan hanya 3% sampai dengan 4 % dalam menetapkan bunga. penagihan pinjaman
dilakukan dengan tindakan sewenang-wenang kepada nasabah yang mulai telat dalam
membayar cicilan. Karena tidak ada jaminan atau agunannya, banyak nasabah yang
akhirnya melarikan diri, karena tidak sanggub membayar. Biasanya rentenir
memiliki tukang pukul untuk mengejar nasabah yang melarikan diri dari tanggung
jawabnya.
Rentenir disamping memudahkan masyarakat, juga sangat
menyengsarakan masyarakat dalam segi pembayaran pinjaman dan cara penagihan
hutang. Hal ini tentunya mengundang tindakan dari pemerintah untuk mengatasi perkembangan rentenir
(bank illegal) di masyarakat
Berdasarkan
uraian di atas, maka
penulis tertarik untuk membahas upaya-upaya pemerintah untuk mengatasi rentenir
(bank illegal) di masyarakat.
Dalam praktiknya, bank-bank illegal (rentenir) selalu
merugikan masyarakat maupun Negara, merugikan masyarakat dalam artian membuat
masyarakat semakin ketergantungan kepada rentenir dan tidak akan bisa lepas
kemudian akan semakin jatuh miskin bila tidak dapat membayar bunga yang
relative tinggi. Sebagai contoh hal yang masih sangat segar di ingatan kita
adalah telah terjadinya suatu kasus penganiayaan pada seorang ibu rumah tangga
oleh tukang pukul oknum rentenir di Bekasi yang berujung kematian. Sungguh sangat
miris apabila kejadian tersebut akan terulang kembali, sehingga sangat
dibutuhkan ketegasan pemerintah dalam ini.
Bagi Negara, ini merupakan salah satu penggerogotan
perekonomian secara perlahan-lahan, terutama pada masyarakat kalangan bawah.
Oleh karena itu, sebagai pemerintah yang mengayomi masyarakatnya wajib
mengatasi hal ini, antara lain dengan cara :
1. Disusun PERDA ( peraturan daerah )
Berbicara tentang praktek rentenir dari sisi hukum positif,
paling tidak ada 2 undang-undang yang secara secara prinsip sebenarnya telah
dilanggar walaupun implisit.
Pertama,
berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan [UU Perbankan], bahwa perbankan memiliki
pengertian sebagai segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Bank, berdasarkan definisi Pasal 1 ayat (2) UU Perbankan, adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak..
Artinya selain bank dan lembaga keuangan non bank (seperti
koperasi, asuransi, perusahaan sekuritas, dan lembaga pembiayaan yang
diperbolehkan oleh peraturan perundangan), dilarang melakukan pengumpulan dana
dan miminjamkan dana kepada masyarakat dengan tujuan memperoleh keuntungan.
Kedua,
berdasarkan UU No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia (UU Bank Indonesia) diterangkan bahwa salah satu tugas
Bank Indonesia (BI) adalah mengatur dan mengawasi Bank dalam ruang lingkup
Indonesia.
Implikasinya, semua kegiatan
masyarakat yang menghimpun dan/atau meminjamkan dana kepada masyarakat dengan
tujuan komersial harus mendapatkan ijin dari BI. Jika tidak berijin, berarti
bank liar yang sifatnya illegal atau melawan hukum.
Pentingnya
PERDA
a. Perlunya
disusun Peraturan Daerah (PERDA) untuk melarang praktek rentenir adalah alasan
filosofis dan berdasarkan urgensinya melihat maraknya praktek rentenir yang
sangat merugikan masyarakat ini. Tugas penyelenggara Negara, termasuk
pemerintahan di daerah (cq. Pimpinan Daerah dan Wakil-Wakil Rakyat di DPRD)
adalah mengayomi kepentingan masyarakat banyak. Bukankah salah satu amanah
pembukaan UUD 45, “…untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah
Indonesia…,” dst.
b. Dalam tinjauan kacamata sosiologis,
praktek rentenir merupakan pola hubungan ekonomi antar warga masyarakat yang
mengandung parasitisme (bahkan kejahatan) di mana ada individu yang diuntungkan
dengan sekian banyak warga yang menderita terkena dampak dan karena itu bisa
dikategorikan “penyakit masyarakat” yang tidak berbeda dengan praktek
prostitusi, perjudian, perdagangan dan penyalagunaan narkoba, dan sejenisnya.
Semuanya merupakan tindakan ilegal yang artinya melawan hukum. Dan praktek
rentenir mempunyai dampak yang sangat merusak karena yang terkena umumnya kaum
ibu-ibu yang menjadi pengelola keuangan ekonomi keluarga.
1. Fungsi PERDA berdasarkan ketentuan
perundang-undangan merupakan instrument kebijakan untuk melaksanakan fungsi
pemerintahan di daerah dan sekaligus bisa juga bisa merupakan peraturan
pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dengan kata lain, untuk alasan kepraktisan, adanya PERDA
Anti Rentenir diharapkan akan memudahkan aparat pemerintah di daerah dan
penegak hukum di daerah menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai pelayan
masyarakat. Dua UU yang disebut di atas, yakni UU Perbankan dan UU BI, memang
menjadi sumber hukum positif tidak dibenarkannya praktek rentenir/lintah darat
atau pun bank liar, tapi ketentuan ini hampir bisa dipastikan hanya dimengerti
oleh mereka yang paham bahasa hukum. Di tingkat pelaksana di lapangan, perlu
rujukan aturan hukum yang lebih jelas dan tegas.
2. Melakukan edukasi kepada masyarakat
berupa penyuluhan bahwa rentenir itu illegal.
Banyak masyarakat yang masih kurang paham dan tentunya tidak
sadar bahwa bunga yang ditawarkan oleh bak illegal cukup untuk mencekik leher.
Hal ini terbukti dari minat masyarakat untuk terus menerus memperpanjang dan
memperbesar utangnya kepada rentenir, entah karena sudah terlanjur basah atau karena
memang karena keadaan yang benar-benar menghimpit. Padahal bunga yang
ditawarkan oleh bank legal adalah tidak sampai melangit seperti pada bank
illegal. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman masyarakat terhadap aksi-aksi
rentenir yang terus bergentayangan di masyarakat. Pemerintah wajib melakukan
edukasi kepada masyarakat bahwa rentenir itu illegal, lintah darat, dan sangat
merugikan masyarakat.