Kamis, 31 Maret 2016

KEUNTUNGAN dan KERUGIAN INDONESIA MENGENAI UU NOMOR 12 TAHUN 2002 SECARA EKONOMI

Oleh : H SISWADI
NIM : 15-00-1975/P
Fakultas Hukum, Universitas Bondowoso.

KEUNTUNGAN dan KERUGIAN INDONESIA  MENGENAI  UU NOMOR 12 TAHUN 2002  SECARA EKONOMI


A. Latar Belakang

Tumbuhnya konsepsi kekayaan atas karya-karya intelektual pada akhirnya digunakan untuk melindungi dan mempertahankan kekayaan intelektual tersebut. Pada akhirnya, kebutuhan ini melahirkan konsepsi perlindungan hukum atas kekayaan intelektual, termasuk pengakuan hak atas karya tersebut. Sesuai dengan hakikatnya pula, HaKI dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang bersifat intangible (tidak berwujud). Jika dilihat dari latar belakang sejarah mengenai HaKI terlihat bahwa di Negara-negara barat penghargaan atas hasil pikiran individu sudah sangat lama diterapkan dalam budaya mereka yang kemudian diterjemahkan kedalam undang-undang. HaKI di Negara-negara barat bukan hanya sekedar perangkat hukum yang digunakan untuk perlindungan terhadap hasil karya intelektual seseorang, akan tetapi juga dipakai sebagai alat strategi usaha dimana suatu penemuan dapat dikomersialkan sebagai kekayaan intelektual, ini memungkinkan pencipta tersebut dapat mengeksploitasi ciptaannya secara ekonomi. Hasil dari komersialisasi penemuan tersebut dapat menyebabkan pencipta karya intelektual itu untuk terus berkarya dan meningkatkan mutu karyanya dan menjadi contoh bagi yang lainnya. Sehingga akan timbul keinginan pihak lain untuk dapat berkarya dengan lebih baik sehingga timbul kompetisi di dalamnya.
Di Indonesia penerapan HaKI baru dapat dilakukan akhir-akhir ini, ini dikarenakan sudah mulai banyaknya kasus-kasus yang melibatkan kekayaan intelektual didalamnya, oleh karena itu maka pada tahun 2002 disahkanlah undang-undang tentang HaKI, yang mengatur tata cara, pelaksanaan, dan penerapan HaKI di Indonesia. Dengan adanya UU HaKI, diharapkan dapat
lebih mengatur tentang hak-hak seseorang terhadap karyanya, dan juga dapat menjerat pelaku kejahatan HaKI.
B. Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian Hak Kekayaan Intelektual ?
2.    Apa pengertian Keuntungan dan Kerugian UU Hak Cipta Sesuai Pasal 12 tahun 2002 Secara Ekonomi ?
C. Tujuan
1.    Memberikan penjelasan secara sederhana tentang apa yang dimaksud dengan Hak Cipta Sesuai UU No 12 Tahun 2002 Serta Keuntungan dan Kerugian Secara Ekonomi ;
2.    Sebagai salah satu tugas mata kuliah Hak Kekayaan Intelektual.
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
Kekayaan Intelektuan atau Hak Kekayaan Intelektuan ( HaKI ) atau Hak Milik Intelektuan adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intelectuan Property Rights ( IPR ) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya. Istilah atau terminology Hak Kekayaan Intelektual ( HKI ) digunakan untuk pertama kalinya pada tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya. Istilah HKI terdiri dari tiga kata kunci, yaitu Hak, Kekayaan dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli maupun dijual.
Adapun Kekayaan Intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi kecerdasan daya pikir seperti tehnologi, pengetahuan,seni, sastra, gubahan lagu, karya tulis, karikatur dan lain-lain yang berguna untuk manusia. Obyek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan Intelektual manusia. System HaaKI merupakan hak privat ( private rights ). Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak Eklusif yang diberikan Negara kepada Individu pelaku HKI ( investor, pencipta, pendesain dan sebagainya ) tiada lain dimaksudkan sebagai pernghargaan atas hasil karya ( kreativitas )nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan system HaKI terebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mikanisme pasar.  Disamping itu system HaKI menunjang diadakannya system dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya tehnologi atau karya lainnya yang sama dapat dihindari atau dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut, diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.                                                                   Teori Hak Kekayaan Intelektuan ( HKI ) sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang Hak Milik. Dalam bukunya, John Locke mengatakan bahwa hak milik dari seseorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda yang berwujud tetapi juga benda yang abstrak, yang disebut hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari Intelektualitas Manusia.
Menurut Letezia Tobing, S.H., M.Kn telah menyampaikan bahwa pada dasarnya Undang-Undang Hak Cipta ( UHC ) yang telah diatur oleh UU nomor : 12 tahun 2002 tentang Hak Cipta
Baru ( “UU nomor 12/ 2002 ) sebagai pengganti UU nomor : 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. Melalui Pasal 1 UU Hak Cipta, dapat kita lihat bahwa UU Hak Cipta baru memberikan definisi yang sedikit berbeda untuk beberapa hal. Selain itu dalam bagian definisi dalam UU Hak Cipta Baru juga diatur lebih banyak, seperti adanya definisi atas “fiksasi”, “fonogram”, “penggandaan”, “royalti”, “Lembaga Manajemen Kolektif”, “pembajakan”, “penggunaan secara komersial”, “ganti rugi”, dan sebagainya. Dalam UU Hak Cipta Baru juga diatur lebih detail mengenai apa itu hak cipta. Hak cipta merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Masih banyak hal lain yang berbeda antara UU 19/2002 dengan UU Hak Cipta Baru ( UU Nomor : 12 tahun 2002 ). Berikut akan  dijelaskan beberapa hal yang berbeda, yaitu :
Mengenai perbedaan antara UU 19/2002 dengan UU Hak Cipta Baru ( UU Nomor : 12 tahun 2002 ), dapat dilihat dalam Penjelasan Umum UU Hak Cipta Baru yang mengatakan bahwa secara garis besar, UU Hak Cipta Baru ( UU Nomor : 12 tahun 2002 ) mengatur tentang :
1.    Perlindungan hak cipta dilakukan dengan waktu lebih panjang ;
2.    Perlindungan yang lebih baik terhadap hak ekonomi para pencipta dan/atau pemilik hak terkait, termasuk membatasi pengalihan hak ekonomi dalam bentuk jual putus (sold flat) ;
3.    Penyelesaian sengketa secara efektif melalui proses mediasi, arbitrase, atau pengadilan, serta penerapan delik aduan untuk tuntutan pidana ;
4.    Pengelola tempat perdagangan bertanggung jawab atas tempat penjualan dan / atau pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di pusat tempat perbelanjaan yang dikelolanya;
5.    Hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat dijadikan objek jaminan fidusia ;
6.    Menteri diberi kewenangan untuk menghapus ciptaan yang sudah dicatatkan, apabila ciptaan tersebut melanggar norma agama, norma susila, ketertiban umum, pertahanan dan keamanan negara, serta ketentuan peraturan perundang-undangan ;
7.    Pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan atau royalty ;
8.    Pencipta dan/atau pemilik hak terkait mendapat imbalan royalti untuk ciptaan atau produk hak terkait yang dibuat dalam hubungan dinas dan digunakan secara komersial ;
9.    Lembaga Manajemen Kolektif yang berfungsi menghimpun dan mengelola hak ekonomi pencipta dan pemilik hak terkait wajib mengajukan permohonan izin operasional kepada Menteri ;
10.    Penggunaan hak cipta dan hak terkait dalam sarana multimedia untuk merespon perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
Sebagai benda bergerak, baik dalam UU 19/2002 dan UU Hak Cipta Baru ( UU Nomor : 12 tahun 2002 )  diatur mengenai cara mengalihkan hak cipta. Akan tetapi dalam Pasal 16 ayat (1) UU Hak Cipta Baru ( UU Nomor : 12 tahun 2002 )  ditambahkan bahwa hak cipta dapat dialihkan dengan wakaf.
Masih terkait dengan hak cipta sebagai benda bergerak, dalam UU 19/2002 tidak diatur mengenai hak cipta sebagai jaminan. Akan tetapi, dalam Pasal 16 ayat (3) UU Hak Cipta Baru ( UU Nomor : 12 tahun 2002 )   dikatakan bahwa hak cipta adalah benda bergerak tidak berwujud yang dapat dijaminkan dengan JAMINAN FIDUSIA ( jaminan kebendaan atas benda bergerak
baik yang berwujud maupun tidak berwujud sehubungan dengan hutang-piutang antara debitur dan kreditur ).
Mengenai jangka waktu perlindungan hak cipta yang lebih panjang, dalam Pasal 29 ayat (1) UU 19/2002 disebutkan bahwa jangka waktu perlindungan hak cipta adalah selama hidup pencipta dan berlangsung hingga 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia, sedangkan dalam UU Hak Cipta Baru ( UU Nomor : 12 tahun 2002 ), masa berlaku hak cipta dibagi menjadi 2 (dua) yaitu masa berlaku hak moral dan hak ekonomi.
Hak moral pencipta untuk dapatnya memperhatikan mengenai : 
1.    Tetap mencantumkan atau tidak mencatumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum ;
2.    Menggunakan nama aliasnya atau samarannya ;
3.    Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya, berlaku tanpa
4.    Batas waktu ( Pasal 57 ayat (1) UU Hak Cipta Baru yaitu UU Nomor : 12 tahun 2002 ).
Sedangkan hak moral untuk (i) mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat ; dan (ii) mengubah judul dan anak judul ciptaan, berlaku selama berlangsungnya jangka waktu hak cipta atas ciptaan yang bersangkutan (Pasal 57 ayat (2) UU Hak Cipta Baru).
Kemudian untuk hak ekonomi atas ciptaan, perlindungan hak cipta berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya (Pasal 58 ayat (1) UU Hak Cipta Baru yaitu UU Nomor
: 12 tahun 2002 ). Sedangkan jika hak cipta tersebut dimiliki oleh badan hukum, maka berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman.
Perlindungan sebagaimana diatur dalam Pasal 58 tersebut hanya berlaku bagi ciptaan berupa :
a.    buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya ;
b.    ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lain ;
c.    alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan ;
d.    lagu atau musik dengan atau tanpa teks ;
e.    drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomime ;
f.    karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase ;
g.     karya arsitektur ;
h.    peta; dan
i.     karya seni batik atau seni motif lain.

Akan tetapi, bagi ciptaan berupa :
a.    karya fotografi ;
b.    potret ;
c.    karya sinematografi ;
d.    permainan video ;
e.    program computer ;
f.    perwajahan karya tulis ;
g.    terjemahan, tafsiran, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi, dan karya lain dari hasil transformasi ;
h.    terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional
i.    kompilasi ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer atau media lainnya ;
j.    kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman. (Pasal 59 ayat (1) UU Hak Cipta Baru).
Kemudian untuk ciptaan berupa karya seni terapan, perlindungan hak cipta berlaku selama 25 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman (Pasal 59 ayat (2) UU Hak Cipta Baru). UU Hak Cipta Baru ini juga melindungi pencipta dalam hal terjadi jual putus (sold flat). Ciptaan buku, dan/atau semua hasil karya tulis lainnya, lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks yang dialihkan dalam perjanjian jual putus dan/atau pengalihan tanpa batas waktu, hak ciptanya beralih kembali kepada pencipta pada saat perjanjian tersebut mencapai jangka waktu 25 tahun (Pasal 18 UU Hak Cipta Baru). Hal tersebut juga berlaku bagi karya pelaku pertunjukan berupa lagu dan/atau musik yang dialihkan dan/atau dijual hak ekonominya, hak ekonomi tersebut beralih kembali kepada pelaku pertunjukan setelah jangka waktu 25 tahun ( Pasal 30 UU Hak Cipta Baru).
Hal lain yang menarik dari UU Hak Cipta Baru ini adalah adanya larangan bagi pengelola tempat perdagangan untuk membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran hak cipta dan/atau hak terkait di tempat perdagangan yang dikelolanya (Pasal 10 UU Hak Cipta Baru). Dalam Pasal 114 UU Hak Cipta Baru diatur mengenai pidana bagi tempat perbelanjaan yang melanggar ketentuan tersebut, yaitu pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 ( seratus juta rupiah ). Selain itu, dalam UU Hak Cipta Baru juga ada yang namanya Lembaga Manajemen Kolektif. Lembaga Manajemen Kolektif adalah institusi yang berbentuk badan hukum niralaba yang diberi kuasa oleh pencipta, pemegang hak cipta, dan/atau pemilik hak terkait guna mengelola hak ekonominya dalam bentuk menghimpun dan mendistribusikan royalti (Pasal 1 angka 22 UU Hak Cipta Baru).
B.    K euntungan Bagi Indonesia Secara Ekonomi
1.    Memperoleh hasil penarikan pajak sesuai PPH 21 ;
2.    Sebagai bukti hak cipta yang sah secara hukum atas suatu ciptaan ;
3.    Pemegang hak cipta berhak membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut ;
4.    Pemegang hak cipta berhak mengimpor dan mengekspor ciptaan ;
5.    Pemegang hak cipta berhak menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan) ;
6.    Pemegang hak cipta berhak menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum ;
7.    Pemegang hak cipta berhak menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain ;
8.    Selama 25 tahun NKRI hanya memperoleh hasil penarikan pajak sesuai PPH21 ( pajak penghasilan ) karena untuk ciptaan berupa karya seni terapan, perlindungan hak cipta berlaku selama 25 tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman  sesuai dengan Pasal 59 ayat (2) UU Hak Cipta Baru ( UU nomor 12 tahun 2002 ) tersebut ;
9.    Untuk jangka panjangnya setelah 75 tahun hak cipta dimaksud akan menjadi kekayaan Negara ;
10.    Dengan UU nomor 12 tahun 2002 tersebut, maka figur NKRI dimata dunia akan semakin jelas dan nampak bahwa NKRI adalah sebagai Negara kesatuan yang semakin berkembang dan maju terus di masa yang akan datang ;
11.    Setiap produk yang masuk ke NKRI dimana Hak Ciptanya adalah Negara lain secara otomatis NKRI ( Indonesia ) akan memperoleh hasil pula baik dari pajak masuk dan dari hasil penjualan produk-produk tersebut di NKRI ;
12.    Dengan UU nomor 12 tahun 2002 tersebut NKRI dapat mengatur, mengarahkan dan menyetting para pemilik Hak Cipta baik dari dalam NKRI sendiri maupun dari Luar
NKRI berdasarkan UU nomor 12 tahun 2002 tersebut, sehingga NKRI tidak perlu menciptakan sendiri untuk memperoleh keuntungan dari Hak Cipta itu sendiri ;
 
       C. Kerugian Bagi Indonesia Secara Ekonomi
1.    Orang lain harus meminta izin kepada pemegang hak cipta jika ingin menggunakannya ;
2.    Orang lain tidak berhak membuat salinan atau mereproduksi ciptaan tanpa seizin pencipta ;
3.    Orang lain tidak berhak menciptakan karya turunan atas ciptaan orang lain tanpa seizin pencipta ;
4.    Orang lain tidak bisa sembarangan memamerkan ciptaan orang lain tanpa seizin pencipta ;
5.    Demikian juga halnya dengan hak ekonomi atas ciptaan, yaitu perlindungan hak cipta berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 tahun setelah pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya sesuai Pasal 58 ayat (1) UU Hak Cipta Baru yaitu UU Nomor : 12 tahun 2002. Dalam hal ini NKRI memberikan jangka waktu selama 70 tahun setelah penciptanya meninggal dunia adalah terlalu lama, mestinya cukup dengan 25 tahun saja setelah penciptanya meninggal dunia dengan dasar untuk membiayai keturunannya yang ditinggal masih kecil ( contoh usia 1 tahun ) maka dengan usia 26 tahun kedepan anak yang ditinggal oleh orng tuanya atau penciptanya sudah cukup umur dan berakahir tentang Hak Cipta orang tuanya/kelompok/komonitasnya, sehingga pada tahun ke 26 Hak Cipta tersebut sudah menjadi hak NKRI tidak perlu menunggu 46 tahun lagi ; 
D.    Kesimpulan
-    Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karya di bidang teknologi,ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Kata“intelektual” tecermin bahwa obyek kekayaan intelektual tesebut adalah kecerdasan daya pikir, atau produk pemikiran manusia (the creations of the human mind) (WIPO,1983:3). Secara substantive pengertian Haki dapat dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.Tumbuhnya konsepsi kekeyaan atau karya-karya intelektual pada akhirnya juga digunakan untuk melindungi atau mempertahankan kekeyaan intelektual.Haki dikelompokkan sebagai hak milik perorangan yang sifatnya tidak terwujud.
-    Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta merupakan hak ekslusif yang memberi arti bahwa selain pencipta maka orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin penciptanya ;

-    Pengaturan mengenai hak cipta dimuat dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 dan telah diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2002 yang bertujuan untuk merealisasi Amanah Garis Besar Haluan Negara ( GBHN ) dalam rangka pembangunan di bidang Hukum, dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi pencipta dan hasil karya ciptaannya ; 

-    Berbicara mengenai hak cipta, tentunya tidak terlepas mengenai pelanggaran hak cipta. Suatu pelanggaran terhadap sebuah karya ciptaan terjadi apabila :
a.    Terjadi pengeksploitasian ( pengumunan, penggandaan dan pengedaran ) untuk kepentingan komersial sebuah karya cipta tanpa terlebih dahulu meminta izi atau mendapatkan Lisensi dari penciptanya / atau ahli warisnya. Termasuk di dalamnya tindakan penjiplakan ;
b.    Peniadaan pencipta pada ciptaannya ;
c.    Penggantian atau perubahan nama pencipta pada ciptaannya yang dilakukan tanpa persetujuan dari pemilik hak ciptanya ;
d.    Penggantian atau perubahan judul sebuah ciptaan tanpa persetujuan dari penciptanya atau ahli warisnya.

REFERENSI
1.    Tamotsu Hozumi, 2006, Asian Copyrigh Hanbook ( Buku Panduan Hak Cipta Asia Versi Indonesia ), Jakarta : IKAPI ;
2.    Rachmadi Usman, SH, 2003, Hukum Hak Atas Kekakayaan Intelektual ( Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia ), Bandung : PT Alumni ;
3.    Mulyatno, 2000, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta ;
4.    Agus Candra Suratmaja, 2010. Pustaka Leterasi http:/www.leterasibookstore.blogspot.com ;
5.    Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, halaman 7. Ditejen HKI, 2006 ;
6.    Sutedi, A. Hak Atas Kekayaan Intelektual, halaman 38. Sinar Grafika, 2009 ;
7.    Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, halaman 9-12. Ditjen HKI, 2006 ;
8.    PP No 2 Tahun 2005 Tentang Konsultan Hak Kekayaan Intelektual ;
9.    PP No 2 Tahun 2005 Tentang Kosultan Hak Kekayaan Intelektual ;